Djalaluddin, Sang Maestro Seni Tradisi



Minat dan pengabdiannya serta upaya-upayanya melestarikan kesenian, khususnya seni tradisi, telah membawanya menjadi salah seorang seniman senior Indonesia saat ini. Pengakuan sebagai maestro seni tradisi bukan mengada-ada. Itu adalah pengakuan yang disematkan pemerintah pusat. Tak cuma lewat Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, tapi juga dari Presiden RI melalui anugrah kebudayaan, masing-masing pada tahun 2008 dan 2009 lalu. Siapa dia?

JAYA ERIYANTO, LEBONG:
Namanya Djalaluddin atau akrab dipanggil Pak Jalal. Dia putra Rejang kelahiran Desa Bentangur, 03 April 1940. Lelaki yang kini menikmati masa pensiun setelah mengabdikan diri sebagai guru SD (1958-1966) lalu pegawai Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1967-1996) ini memang sudah mengakrabi kesenian sejak masih belia, persisnya mulai tahun 1953 atau setahun sebelum mengecap pendidikan sekolah rakyat (SR). Kiprah seninya dimulai di Pemuda Muhammadiyah sebagai pemain suling.

Minat berkesenian terus ia pupuk. Setamat SR, Jalal yang memilih sekolah guru bantu (SGB) mengaku beruntung karena di SGB mereka mendapatkan pelajaran kesenian. Teori-teori yang didapatnya selama di SGB lantas dipraktikkannya setelah tamat. Meski baru menjadi guru, Jalal segera saja memimpin musik orkes di Desa Ujung Tanjung sekaligus sebagai pemain biola dan sexophone. Karena menjadi pimpinan, Jalal pun menguasai hampir semua alat musik. Jalal pun tak cuma lihai memainkan alat, ia pun mencipta lagu. Sudah 10 lagu yang digubahnya.


Kiprah Jalal mengembangkan dan melestarikan seni tradisi tak surut meski sejak 1967-1985 ia menjabat sebagai Penilik Kebudayaan Kecamatan Lebong Selatan (kala itu masih Kab Rejang Lebong) atau saat menjabat Kasi Kebudayaan Kab Rejang Lebong (1986-1996). Di masa tidak lagi mengajar di kelas inilah Jalal melaksanakan ajakan atasannya, Istikno BA, Kepala Kantor Departemen Dikbud RL (1990-1995), yakni menggali dan mengembangkan aksara Kaganga atau tulisan Rejang lantas ia rangkum dan menyusunnya menjadi buku.

Tak sampai disitu. Setelah dibukukan, Aksara Kaganga pun diajarkan di sekolah dasar. SD-SD di Lebong saat itu menjadi pilot project. Yang pertama diajarkan adalah guru-guru. Waktu itu pelatihannya dipusatkan di SD 02 Center Muara Aman. Pengajaran aksara Kaganga atau tulisan Rejang pun akhirnya diperluas ke Rejang Lebong dan Kepahiang sebagai mata pelajaran ekstra. Saat ini tulisan Rejang pun masih diajarkan sebagai muatan lokal.

Selain kiprahnya di seni musik dan perannya mengembangkan aksara Kaganga, Jalal juga diakui sebagai pelestari cerita rakyat. Cerita rakyat yang biasanya disampaikan secara lisan atau bertutur dia lestarikan dengan cara menuliskannya. Cerita rakyat Lebong yang dituliskannya itu antara lain legenda Kerajaan Pinang Belapis, Kerajaan Trasmambang, Puteri Serindang Bulan, Mas Dene dan Mas Temun, Kotok Kundei Ulau Biyoa. "Legenda Kerajaan Pinang Belapis saya tuliskan setelah meminta Jarul Hamin membawakan bedula (cerita rakyat yang dilagukan) dari pagi sampai sore di rumah ini," kenang Jalal. Jarul dikenal sebagai pemetik gitar tunggal dan menghidupi dirinya dengan mengamen.

Jalal mengungkapkan, upayanya menuliskan cerita rakyat memang dipicu kekhawatirannya. "Saya memang hafal banyak cerita rakyat. Dulu biasa saya tuturkan kepada anak-anak sebagai pengantar tidur. Setelah mereka dewasa, ada di antaranya yang mengenang kebiasaan itu. Saya lantas berfikir, kalau tidak dituliskan, cerita rakyat ini bisa hilang karena semakin sedikit orang yang tahu dan ingat," kata suami Nurhamiyah dan bapak delapan orang anak (Leli Yatimah, Hartati, Mufrizal alias Jon, Muhdi, Darlena, Safril, Hermawan, dan Herwanto). 

Jalaluddin sendiri tidak pernah berfikir atau membayangkan bahwa kegiatannya akan mendapat apresiasi dari pemerintah. Ia bahkan tak sekalipun pernah mengusulkan diri supaya menjadi nominator untuk menerima penghargaan-penghargaan yang sudah diberikan. Meski begitu, ia merasa bangga karena diperhatikan. Ia berharap penghargaan-penghargaan itu bisa menjadi kenang-kenangan bagi anak cucunya.

"Saya mendadak saja ditelepon dari Jakarta. Mungkin ada pihak yang memantau riwayat saya lalu diam-diam mengirimkannya. Saya ucapkan terima kasih kepada siapa pun itu. Yang jelas, saya sendiri tidak pernah terpikir. Mudah-mudahan saja apa yang saya terima ini memicu dan memotivasi generasi muda," tutup Jalal yang tinggal di Desa Ujung Tanjung III, Kec Lebong Sakti.

Kiprah Djalaluddin
Mencipta Lagu Daerah
- Mars Rejang Lebong
- Taneak Tanai
- Belek Ba
- Semulen Perjako
- Bujang Tandang
- Penan Meto
- Danau Tes
- Asuakku Sayang
- Mars Lebong
- Hymne Lebong

Penghargaan
- Dari Bupati Rejang Lebong sebagai Pencipta Lagu Daerah
- Dari Gubernur Bengkulu sebagai Pencipta Lagu Daerah
- Dari Bupati Lebong sebagai Pencipta Lagu Daerah
- Dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata sebagai Maestro Sastra Folklore (2008)
- Dari Presiden RI berupa Anugrah Kebudayaan (2009)

(feature ini ditulis 9 April 2011, sudah dipublikasikan di Harian Bengkulu Ekspress)

Komentar

  1. Sang maestro ini telah berpulang beberapa tahun yang lalu...sampai hari ini sya masih ingin menuliskan kisah kematiannya yang terbilang tragis...cerita kawan saya, pada suatu petang ketika almarhum tengah duduk santai di teras rumah, tiba2 ada sepeda motor yang merangsek dan menabraknya..

    BalasHapus

Posting Komentar