Berita kepada Kawan...

Kawan-kawan, apa kabar?

Semoga kalian dalam keadaan sehat walafiat dan dimudahkan segala urusan di tanah rantau yang kalian pilih.

Sudah lama sekali ya kita tak berua wajah. Setelah menamatkan sekolah menengah di kota yang pernah top di masa penjajahan ini, rasanya hanya beberapa kali saja kita masih bertatap muka dan saling sapa, mengulang kehangatan persahabatan di masa-masa indah.

Setelah sekian lama hingga aku enggan menghitungnya, aku merindukan kalian semua. Aku merindukan saat-saat kita pernah sama-sama berdiri memandang bulan di depan tongkrongan saban malam kita menghabiskan kebersamaan lalu pulang.

Masih ingatkah kalian ketika kita lalu terbahak-bahak mengetahui orang-orang yang lewat lalu heran melihat tingkah kita setelah ikut sebentar memandang ke awan?

Atau saat kita yang tiba-tiba kompak membuat tim sepak bola demi ikut turnamen antar klub kampung bernama DEWA PARMA? Menang sekali lalu kalah dengan bangga karena kita mengajarkan sportifitas kepada mereka yang sudah tua-tua di lapangan bola?

Atau masihkah kalian seperti aku yang hingga kini masih takjub bahwa kawanan kita adalah dua-tiga bersaudara kandung yang kompak tak berserak menapak masa puncak remaja yang belum tahu kegetiran hidup?

Kawan,
Adakah kalian merindukan keramaian di Lapangan Hatta di masa perayaan hari kemerdekaan? Atau acara karnaval budaya yang meriah sehari setelah 17 Agustus-an? Atau kerumunan massa di Tugu Kampung Muara Aman?

Pernahkah kalian membayangkan jika diberi kesempatan pulang masih bisa menyaksikan derasnya Sungai Amen seperti biasa kita tengok dulu?

Kawanku,
Sudah terjadi banyak perubahan di kota kita ini. Sudah lebih sepuluh tahun terakhir. Sungai Amen tak lagi deras. Jangankan deras, mengalir pun seolah enggan. Tapi dia bisa tiba-tiba menerjang, membandang dikala hujan menghujam Muara Aman.

Mengapa demikian? Sebab di hulu, pohon-pohon rindang sudah hilang! Hamparan kebun kopi, cengkeh, atau jambu mete, sudah berganti rindang bangunan kantor-kantor, jamur-jamur rumah tinggal, dan ruas jalan aspal hitam bersimpang-simpang.

Kalian mau tahu nasib Sungai Ketahun? Kalau dulu kita pilih-pilih lokasi kalau mau mandi, kini anak anjing pun bisa dengan santai melandai. Dia bebas pilih batu-batu sebagai pijakan agar tiba di tengah sungai lalu pindah ke seberang menuju areal sawah mendapati tuannya.

Tapi dihujan sebentar saja, orang-orang yang bermukim di dekat sungai itu mulai cemas. Bisa-bisa harus rela tak tidur mengantisipasi kalau-kalau air sungai memaksa bertamu dan mereka lalu terpaksa mengungsi barang sehari-dua hari.

Tamu yang tak diharapkan itu baru pergi setelah berjam-jam kemudian. Kadang sampai menginap bermalam-malam.

Di DAS Ketahun kini ada lebih dari dua lokasi tambang galian C. Pasir dan batu-batu yang melimpah di sana menjadi magnet bagi pengusaha, pemodal lokal maupun oknum pejabat. Mereka paham manfaat tapi kerap lupa bagaimana menjaga keberlanjutan, masa depan alam dan lingkungan.

Sungai Ketahun kini tak lagi hanya sebagai sumber penggerak turbin-turbin pembangkit listrik di PLTA Tes. Penggerak sejenis juga sudah beroperasi. Namanya PLTA Mega Power. Bahkan bakal berdiri lagi beberapa PLTA di bagian hilir, termasuk di wilayah Desa Ladang Palembang.

Sungai Ketahun kini juga sudah menyedot wisatawan yang mau merasakan sensasi arusnya. Ada fasilitas berarung jeram di sana. Ia menjadi ikon pariwisata baru daerah kita. Unik kan? Kian susut debitnya tapi makin ramai yang memanfaatkan potensinya. :)

Kawan,
Di daerah kita kini juga berdiri mega proyek bertajuk energi terbarukan. Namanya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi atau yang populer disebut geothermal energy. Ini proyek negara yang diemban Pertamina. Pos anggarannya triliunan rupiah.

Lokasinya di Kecamatan Lebong Selatan. Kalau kita dulu biasa bertandang ke Pasar Pekan Tes, letak proyek itu ke arah bukit yang dulu hijau pekat hingga membiru dari jauh oleh pohon-pohon berumur puluhan dan mungkin ratusan tahun. Proyek ini diawali dengan survei lalu tahap eksplorasi di masa pemerintahan Dalhadi-Nasirwan, sebagai bupati dan wakil bupati.

Kini tahap pengeboran terus berjalan. Kata orang Topos, asap aktivitas PGE itu bisa terlihat dari kampung mereka di bagian paling selatan kabupaten ini. Cuma, bagi orang-orang tua di sana pemandangan itu justru membawa mereka kepada peristiwa mengerikan di masa silam: letusan gunung atau kawah-kawah gunung api yang masih aktif di sekitar lokasi pengeboran panas bumi PGE itu.

Kata temanku yang seorang penggiat lingkungan, bongkahan batu yang disemburkan dari letusan gunung di wilayah itu pernah sampai ke dataran Topos. Katanya masih bisa ditemukan sampai saat ini. Wuih, ngeri bro!

Tentang kawah yang disebut-sebut masih aktif di wilayah Desa Danau Liang atau Semelako, itu tak perlu kita sangsikan kebenarannya. Sebab saat SMA dulu, kita memang pernah bersama-sama mendatangi kawah itu di sela-sela kegiatan kemah SISTALA, organisasi pencinta alam siswa SMAN 1 Lebong Utara.

Yang menjadi kekhawatiran saya dan teman penggiat lingkungan tadi adalah ancaman yang bisa diakibatkan jika aktivitas pengeboran panas bumi di sekitar kawasan itu tidak memperhitungkan dampak-dampak lingkungan. Andai terjadi longsor besar, maka wilayah di sekitarnya bisa tersapu bencana.

Masih ada banyak narasi yang hendak kubagi kepada kalian semua, tentang tanah yang menopang masa remaja kita....semoga masih ada masa...


Komentar