Cerita Generasi 1997 di Tahun 2020



SORE itu saya baru saja akan meninggalkan halaman gereja ketika tiba-tiba ada selebaran sampai ke genggaman. Saya lupa persis bagaimana mulanya kertas itu bisa sampai ke tangan saya.

Tapi sudahlah. Inti selebaran itu adalah undangan atau tepatnya promosi PMKRI ke mahasiswa baru. Itu di tahun 1997.

Suatu malam, saya dan beberapa anak mahasiswa baru ikut di dalam forum rapat. Waktu itu sama sekali nggak ngerti ini rapat atau forum apa. πŸ˜†

Lalu dua peserta dalam rapat itu silih berganti bicara. Lama-lama tensinya makin tinggi. Mereka adu argumen rupanya. Isi debat saya juga sudah lupa.

Lalu yang lain menimpali perdebatan itu. Ia minta pimpinan rapat mendinginkan suasana. Caranya, meminta dua orang yang saling debat bermufakat di luar forum.

Usulan itu diterima.  Sehingga kedua senior itu pun berdiri dari duduknya lalu keluar.

Entah bagaimana lagi ceritanya, kaki saya ikut melangkah meninggalkan arena rapat. Saya lantas jumpa dengan kedua orang tadi di depan pintu.

Saya kira mereka akan ribut lagi. Dugaan saya salah ternyata. Mereka malah nyengir. Ketawa ketawi. "Apa yang lucu?" batinku.

Saya baru maklum bahwa mereka tak membawa perdebatan keras tadi keluar. Aksi saling cela di dalam forum tadi tak membuat keduanya di luar sebagai orang yang saling sikat.

Sekilas peristiwa itulah kisah pertama kali saya jatuh cinta kepada Perhimpunan ini. Saya ingin sekali bisa merasakan terlibat dalam arus debat yang keras namun tidak sampai merusak hubungan perkawanan.

Kira-kira itulah motivasi awal saya menjerumuskan diri ke PMKRI πŸ˜†

Sudah 20 Tahun

Kini sudah tak terasa bahwa saya pernah menerima mandat dalam forum serupa saat pertama kali jatuh hati ke organisasi ini sudah berlalu 20 tahun lalu.

Pada 20 tahun yang lalu putaran roda organisasi ini juga diwarnai situasi bencana. Kalau sekarang ada corona, kala itu adalah gempa. Gempa bumi Bengkulu tahun 2000 dengan kekuatan 7,9 SR. Korban jiwa ratusan, materi milyaran.

Itu goncangan dari luar oleh alam. Goncangan dari dalam sebenarnya terjadi lebih awal setahun ke belakang.

Waktu itu ketua presidium dijabat Ko Ferry Tema Atmaja. Belum genap setahun ia mengundurkan diri. Alasannya hendak studi S2 setelah beliau diterima sebagai dosen (bangga lah kita kan...πŸ˜†πŸ˜†)

Singkat kronologis, gordon ungu bergaris tiga warna kuning emas itu lalu disematkan kepada Mbak Yulia Suyati. Rasanya ada air mata mewarnai kala dengan mantap hati ia sanggupi mandat kami.

Lalu jadilah kami-kami yang sebaya angkatan 1997 di jajaran PHC. Ada satu dua angkatan 1996. Jadilah anak kemarin sore diberi tugas yang normalnya ditanggung setahun-dua tahun lagi.

Ya sudah. MainkanπŸ˜†πŸ˜†

Tapi yang namanya masak dipaksakan, matang karbitan, gerak Perhimpunan pasti banyak kekurangan. Saya yang baru bisa bikin makalah modal comot sana sini harus tampil di forum lintas OKP jadi pembicara. Bah, ngeri puangπŸ˜•

Mau menolak, lah saya memang presidium urusan di luarnya kan. Dulunya disebut presidium ektern kemasyarakatan, dimasa kami menjadi presidium gerakan kemasyarakatan. Ada yang singkat GK. Ada yang sebut Germas. Sama maksudnya.

Karena 'dipaksa' keadaan, saya merasa angkatan kami harus belajar dengan keras. Yang membanggakan tentu saja masih banyak senior yang membimbing. Dari alumni jebolan cabang sendiri maupun dari cabang lain.

Beberapa nama yang mesti saya tulis adalah Andreas, Jon Panjaitan, Charles Efendi, Charles Parulian. Lalu (yang saya ingat namanya) Nico Warella, Anton Suyono, Kartono, Alexander. Ada seorang lagi yang saya lupa namanya. Padahal wajah dan sosoknya masih ingat persis. Ia politisi senior di Bengkulu ini.

Mereka setia sekali. Sedia waktu kapan kami mau kunjungan. Tentu juga siap beli sate atau olahan yang kita bikin dalam rangka mendukung seksi dana saat mau bikin kegiatan πŸ˜†πŸ˜†

Saya habiskan sekitar 5 tahun ber-PMKRI: waktu, pikiran, tenaga dan hati untuk berproses di Perhimpunan ini. Untung studi dibatasi 14 semester. Kalau nggak, entahlah. Mungkin bisa dapat gelar MA  (mahasiswa abadi)πŸ˜‚πŸ˜‚

Selama itu pula saya berani bilang lebih banyak ilmu organisasi yang lekat ketimbang ilmu studi jurusan peternakan prodi produksi ternak yang memberi saya gelar sarjana. Maka jangan ajak saya diskusi urusan ternak. Gagap saya.

Hari ini, 9 Mei 2020. Genap 27 tahun PMKRI Bengkulu. Di usia itu pula saya pertama kali masuk dunia jurnalis. Dunia tulis menulis yang mengasah daya kritis. Menyelami beragam persoalan negeri ini dari salah satu sudutnya yang kecil.

Takdir memang membawa saya ke dunia olah kata, ke mesin penggiring opini, pencipta wacana dan citra. Pun bisa jadi pengabur fakta, pemantik konflik. Ia juga alat berlawan, advokasi dan pembela yang tertindas.

Maka karena sudah 27 tahun, bagi saya PMKRI sudah sepatutnya berdiri sebagai pelaku sejarah. Bukan lagi selevel anak SLTA yang mengkal. Masih harus banyak belajar dari kegagalan dan terus coba-coba. (Anak SMK aja sudah bikin sejarahnya ☺)

The founding fathers and mothers sudah merintis jalan. Angkatan perdana meninggalkan rekam jejak. Generasi berikut mengukir sejarah. Kita penerima estafet meninggikannya.

Yang sudah alumni? Saya masih gerilya di jalan sunyi. Naik turun, pasang surut menghardik kekuasaan yang pandir plus korup.

Masih suka menyulut perlawanan walau tanpa massa. Merawat ide dan isme tentang kemanusiaan. Dan terus mempersiapkan diri untuk loncatan yang lebih tinggi (semoga).

Selamat hari jadi, selamat Dies Natalis PMKRI BENGKULU

Religio Omnium Scientiarum Anima.
Program Ecclesia Et Patria!!!

Komentar